Sesekali berselancar di LinkedIn, ingin tahu profil beberapa orang yang ditemui atau diketahui dari suatu acara atau webinar. Di situ, terkadang kita menemukan fakta-fakta yang cukup mengejutkan: ternyata orang yang dicari satu angkatan atau bahkan lebih muda dari kita tapi karirnya sudah sangat bagus. Mungkin konteksnya bisa ditambah dengan mereka yang sudah bekerja sebagai senior di unicorn-unicorn Indonesia padahal kita sama-sama satu angkatan, satu garis start. Tapi pertanyaannya, apakah kita benar-benar satu garis start?
Mungkin iya, mungkin tidak. Dalam lomba lari, mungkin garis start kita sama, tapi sepatu kita berbeda, makanan yang kita makan berbeda, program pelatihan yang berbeda, dll. Terdengar kurang adil, tapi itu lah hidup. Jika melihat lagi orang-orang tersebut yang berasal dari perguruan tinggi top bahkan dari luar negeri, punya lingkungan yang bagus (yang pasti berimbas pada koneksi dan relasi di bidang profesional juga), kadang kita melakukan start jauh di belakang mereka.
Dalam sepak bola, mereka mungkin adalah Ronaldo atau Messi yang telah berada di klub besar saat masih menjadi teenager. Memiliki setidaknya 5 Ballon d’Or memang perlu perjuangan yang tak mudah. Tapi hal itu juga tak bisa dicapai jika mereka tidak memulai karir dengan tempat yang supportive di usia-usia muda mereka.
Tapi sepak bola juga bukan hanya tentang Ronaldo atau Messi. Banyak pemain sepak bola yang bahkan kita tidak kenal sampai akhir karirnya (mungkin bermain di klub tak ternama dan jadi cadangan). Tapi apakah itu berarti tidak ada hak untuk pemain lain untuk merasakan kejayaan dalam karirnya? Nope.
Jamie Vardy, namanya melesat setelah klubnya, Leicester City berhasil menjuarai liga paling kompetitif, Liga Inggris musim 2015-2016 yang terasa seperti dongeng jika melihat setidaknya ada 6 klub besar yang bersaing untuk menjadi juara.
Kapan Jamie Vardy merasakan kejayaannya? Usia 29 tahun. Pada usia itu akhirnya dia merasakan juara liga dan menjadi tumpuan utama (bukan hanya masuk klub besar dan menjadi cadangan dan ‘numpang’ juara). Di usia itu pertama kali dalam karirnya dia dipanggil oleh tim nasional Inggris. Dia mendapatkan pemain terbaik liga dan bahkan di usia 33 tahun dia bisa menjadi top skor liga.
Jamie Vardy memulai karirnya dari 0, bahkan sempat bekerja kasar sebelum menjadi pemain sepak bola profesional (mungkin saat Ronaldo sudah ada di Manchester United dan Messi di Barcelona). Tapi menjuarai liga, menjadi top skorer, menjadi pemain terbaik, dipanggil tim nasional tetap menjadi sesuatu yang bisa diraih walau kita bukan seorang Ronaldo atau Messi.
Yup, sampai kapan pun mungkin Jamie Vardy tidak akan pernah menyamai apa yang telah didapatkan Ronaldo/Messi. Begitu pun kita, mungkin pada akhirnya kita sadar bahwa kita tidak akan pernah bisa mencapai titik orang-orang yang memiliki privilege lebih. Tapi setidaknya bukan berarti Jamie Vardy pun tidak bisa sama sekali juga merasakan menjadi juara liga atau top skor seperti Ronaldo/Messi. Bahkan beberapa pemain yang tak sebesar mereka pernah menjuarai piala dunia yang mana Ronaldo/Messi belum pernah rasakan di karir mereka.
So, yeah. Kita telah dipastikan bukanlah Ronaldo/Messi, tapi kita bisa menjadi Jamie Vardy.